Saya sering kali mendapatkan pertanyaan menarik dari sahabat saya.
Salah satu yang pernah saya dapatkan adalah, “Kenapa saat jatuh cinta yang namanya perasaan dan logika itu nggak bisa sejalan?” Mungkin ada yang anggap pertanyaan ini bodoh atau lebai, cuma saya melihat pertanyaan ini dari perspektif yang berbeda dan saya pikir ini akan sangat bermanfaat kalau kita angkat di sebuah tulisan.
Saya akan berusaha menjawab “Kenapa sih ketika kita jatuh cinta yang namanya perasaan dan logika itu nggak bisa berjalan beriringan?” Terus kita juga akan sedikit membahas, “Kenapa sih orang susah banget lepas dari hubungan toxic?”
Karena yang akan kita bicarakan ini adalah hormon pikiran dan otak ini sebuah kompleksitasnya luar biasa. Jadi saya pikir tidak perlu sampai dalam namun yang penting kalian menangkap benang merahnya.
Pembahasan kita tidak jauh dari yang namanya dopamin, serotonin, vasopressin, oksitoksin, VTA, prefrontal cortex, insular cortex dan lain sebagainya.
Ketika kita jatuh cinta, ketika kita memulai sebuah hubungan yang baru, maka kita akan merasakan perasaan nyaman yang luar biasa. Euforia kebahagiaan dan perasaan impulsif. Dari mana perasaan-perasaan ini muncul? Munculnya dari bagian otak yang namanya VTA ( Ventral Tegmental Area ). Ketika kita jatuh cinta kinerja VTA kita ini meningkat dan dia akan memproduksi hormon yang cukup terkenal yang namanya dopamin, yang mana efek dari dopamin itu menyebabkan kenyamanan, kebahagiaan euforia dan impulsif tadi.
Selain jatuh cinta banyak juga aktivitas manusia yang meningkatkan kadar dopamin ini misalnya kayak kita merokok, nonton atau mengkonsumsi obat-obat terlarang. Tentu dalam kadar yang berbeda-beda. Makanya hampir semua orang ketika memulai suatu hubungan itu merasakan kebahagiaan yang luar biasa seakan semuanya akan baik-baik saja.
Seiring berjalan waktu semakin kita dekat maka semakin hubungan kita lebih intens, makin hubungan dulu lebih dalam kita merasakan kenyamanan yang lalu merasakan keterikatan yang lain. Kita merasakan ketergantungan yang lain dan penyebab dari semua itu adalah dua hormon yang namanya oksitoksin dan vasopressin. Kedua hormon ini mengirimkan rasa percaya, dukungan sosial dan kasih sayang. Produksi oksitosin Ini akhirnya menjadi penghambat perkembangan hormon stress. Oksitosin juga berkembang dengan ikatan pertemanan yang erat dan keluarga. Itulah kenapa kalau kita lagi bermasalah dalam hidup kita, dalam pekerjaan kita, dalam hubungan sosial kita, masalah itu akan terasa jauh lebih ringan, akan jauh lebih rileks, ketika kita menghabiskan waktu dengan orang-orang yang kita sayangi, termasuk pasangan kita.
Balik lagi ke VTA, dopamin yang diproduksi ini ternyata menimbulkan efek negatif bagi bagian otak yang lain yaitu prefrontal cortex yang bertanggung jawab pada kemampuan kognitif kita. Bisa pahamikan kenapa ketika kita merasakan jatuh cinta sulit sekali menggunakan akal sehat? Makanya bisa dibilang kalau kita belum merasa bego, berarti kita belum jatuh cinta.
Selain berpengaruh pada prefrontal cortex, ini juga berperan dalam penipisan hormon yang lain. Namanya hormon serotonin. Serotonin yang menipis ini akan berdampak pada mood yang tidak stabil, kecemasan, gangguan makan dan bahkan perasaan obsesif. Ketika manusia sudah merasakan obsesif itu, kita benar-benar jadi buta. Sampai kita membenarkan hal yang salah dan menghiraukan hal-hal yang sebenarnya sudah jadi refleks dalam hubungan kita. Lalu ketika kita patah hati atau sakit hati, ketika kita dikecewakan, ketika kita ditinggal, maka semua rasa sakit itu akan mengaktifkan bagian otak yang namanya insular cortex, karena bagian otak inilah yang memproses rasa sakit itu. Ketika dia aktif perasaan itu sangat tidak nyaman. Kita akan merasakan kewalahan, kita akan merasakan kegalauan, kita akan merasakan kegusaran. Ketika semua bentuk ketidaknyamanan ini kita rasakan, kita akhirnya mengenang lagi memori-memori yang meningkatkan dopamin kita dulu awal-awal pertemuan kita dengan mantan kita, awal-awal pertemuan kita dengan pasangan kita, bagaimana perlakuan dia kepada kita, dan lain sebagainya.
Akhirnya ketika kita merasakan kerinduan tersebut kinerja VTA itu kembali meningkat dan dia menuntut dopamin lagi dan lagi. Dan itu menyimpulkan ketidaknyamanan yang sangat luar biasa di tubuh kita.
Nah, di sinilah titik krusialnya saat aktivitas VTA meningkat lagi, rasa rindu muncul lagi, walau sudah disakitin sekalipun kita akan sangat menikmati sedikit saja perlakuan baik dan perhatian dari orang yang udah memberikan rasa sakit itu kepada diri. Akhirnya kita mulai membuat alasan. Alasannya nggak masuk akal. Misalnya kayak “yang ngertiin dia cuman saya”, “mungkin saya yang salah, mungkin saya yang kurang”, “kalau bukan saya siapa lagi, mungkin saya harus sedikit bersabar” dan lain sebagainya.
Sampai semuanya terasa semakin menyakitkan. Hingga pada akhirnya kita terjebak dalam siklus yang berulang. Itulah kenapa lepas dari hubungan toxic itu sangat-sangat susah. Kayak kita mencoba lepas dari ketergantungan rokok dan narkotika. Makanya ketika ada orang yang berada dalam hubungan toxic kita nggak bisa nge-judge. Kalau kita peduli ya kita bisa coba bantu. Kita bantu dia cari distraksi, kita bantu dia nyari kenyamanan. Juga perlu bantu dia mencari ketenangan karena memang tidak gampang. Pasti ada prosesnya dan semuanya itu tidak akan pernah bisa berhasil tanpa tekad yang kuat. Karena balik lagi semua ini bukan berdasarkan standar pribadi seseorang atau moralitas seseorang, tapi reaksi biokimiawi yang ada di dalam tubuh kita.
Berita baiknya adalah otak kita ini di esain dengan sangat luar biasa. Dia selalu dirancang untuk terus bertahan hidup dan beradaptasi. Jadi ketika kita bisa melewati masa-masa ini, maka otak kita akan berfungsi normal seutuhnya.
Jadi yang perlu kita lakukan adalah bersabar. Dan langkah pertama yang harus kita lakukan adalah kita nggak bisa menyangkal terus-terusan. Kita harus sadar ini masalah dan bukan masalah yang ringan. Kita gak akan pernah ketemu solusi dari satu masalah kalau mengidentifikasi masalahnya saja kita sudah gagal.
Jadi terima rasa sakit itu, hadapi rasa sakit itu, isi waktu kita dengan hal-hal yang bermanfaat buat diri kita. Lakukan hal-hal yang membuat kita tenang, hal-hal yang membuat kita nyaman entah itu menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat, kita ngobrol sama teman, menjalani hobi kita atau bahkan beribadah. Beribadah membuat kita tenang, lho.
Percayalah, tidak ada badai yang tidak usai. Cepat atau lambat tiap luka akan pulih dan mengering. Mungkin meninggalkan bekas tapi tidak lagi menyakitkan. Selama kita percaya hari itu akan datang.
Semoga bermanfaat.