Dalam dunia politik, komunikasi yang efektif dan bijaksana sangat penting untuk membangun hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Namun, baru-baru ini, dua pejabat di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melakukan blunder yang mengundang kecaman publik. Keduanya, Utusan Khusus Presiden Miftah Maulana Habiburrahman, yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah, dan Juru Bicara Kepresidenan Adita Irawati, dinilai tidak bijak dalam memilih diksi yang digunakan dalam pernyataan mereka.
Kasus Gus Miftah
Gus Miftah menjadi sorotan setelah pernyataannya yang dianggap menghina seorang penjual minuman bernama Sunhaji. Pernyataan tersebut tidak hanya menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat, tetapi juga menciptakan kesan bahwa pejabat tinggi tidak memiliki empati terhadap rakyat kecil. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa komunikasi yang dilakukan oleh pejabat publik harus mencerminkan rasa hormat dan perhatian terhadap semua lapisan masyarakat.
Blunder Adita Irawati
Sementara itu, Adita Irawati juga mengalami blunder saat menanggapi kasus Gus Miftah. Dalam penjelasannya, Adita menggunakan diksi ‘rakyat jelata’ untuk menggambarkan perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap masyarakat. “Presiden Prabowo Subianto dilihat dari pidato dan kunjungan kerja sangat terlihat keberpihakannya kepada rakyat kecil, rakyat jelata,” ungkap Adita dalam sebuah video yang diunggah pada Kamis, 5 Desember 2024. Penggunaan istilah ini dianggap tidak sensitif dan menimbulkan kesan bahwa ada jarak antara pejabat dan rakyat.
Tanggapan Pengamat Komunikasi
Menanggapi blunder ini, M. Jamiluddin Ritonga, seorang pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, memberikan analisis yang tajam. Ia menyatakan bahwa baik Gus Miftah maupun Adita tidak memperhatikan aspek human relation dalam berkomunikasi. “Komunikasi yang dilakukan juga mengesankan ketidaksetaraan. Adita dan Miftah justru berkomunikasi seolah memposisikan derajat lebih tinggi dari audiensnya,” ujar Jamiluddin pada Jumat, 6 Desember 2024.
Jamiluddin menekankan bahwa komunikasi yang baik seharusnya mencerminkan empati dan kesetaraan. Dalam konteks ini, kedua pejabat tersebut seharusnya menyadari bahwa mereka mewakili presiden dan, oleh karena itu, harus berkomunikasi dengan cara yang mencerminkan karakter dan kepentingan presiden. Prabowo Subianto dikenal sering meninggikan derajat rakyatnya dalam komunikasi, sehingga tindakan Gus Miftah dan Adita bertentangan dengan prinsip tersebut.
Rekomendasi untuk Perbaikan
Untuk mencegah terulangnya blunder serupa di masa depan, Jamiluddin menyarankan agar utusan khusus dan juru bicara kepresidenan dievaluasi ulang. Hal ini penting agar komunikasi yang dilakukan oleh pejabat publik dapat lebih sensitif dan responsif terhadap kebutuhan serta perasaan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan hubungan antara pemerintah dan rakyat dapat terjalin dengan lebih baik, serta menciptakan kepercayaan yang lebih kuat di antara keduanya.
Blunder yang dilakukan oleh Gus Miftah dan Adita Irawati menunjukkan betapa pentingnya pemilihan kata dan diksi dalam komunikasi publik. Sebagai pejabat tinggi, mereka memiliki tanggung jawab untuk berkomunikasi dengan cara yang mencerminkan empati dan kesetaraan. Dengan memperhatikan aspek-aspek ini, diharapkan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat dapat berjalan lebih baik, menciptakan hubungan yang harmonis dan saling menghormati. ⬤