Kasus Genk Tai; Siapa Yang Harus Bertanggungjawab?

Kasus Genk Tai; Siapa Yang Harus Bertanggungjawab?

Saya mau bicara tentang Genk Tai, orang tuanya dan apakah sekolah tutup mata?

Sudah pada tahu khan, kasus bullying ini? Yang bikin makin ramai anak salah satu publik figur katanya terlibat.

Tapi kita kesampingkan dulu deh soal siapa, anak siapanya.

Yang jadi keresahan saya adalah kemana para orang tuanya? Iya tidak ada orang tua yang mau anaknya begini. Iya susah jadi orang tua. Dan iya pasti orang tua ngajarin yang baik-baik. Tapi setelah itu apakah anak tetap diawasi? Menyempetkan waktu tidak untuk ngobrol sama anak setiap hari?

“Tapi saya sibuk Bang Arief.”

Saya cuma minta 10 menit buat ini.

Tanya gimana sekolah. Teman kamu siapa saja? Mengingatkan tidak jangan sampai ngebully anak orang. Tidak usah sok jagoan.

Sejauh ini para pelaku di kasus ini cowok semua khan? Dimana peran ayah? Apakah sudah memberikan contoh yang baik?

Saya bukan mau merasa paling sempurna. Tapi menurut saya ini pertanyaan wajar. Dan menurut info yang beredar katanya genk ini udah berjalan selama bergenerasi. Iya kejadian terjadi di luar sekolah, tapi masak sekolah tidak sadar soal ini. Dan satu pun guru masa tidak ada yang sadar kalau ada genk yang terbentuk di sekolah. Terus murid-murid yang lain tidak ada yang mau lapor ke guru.

Paham, mungkin kalian para murid baik, takut diincar sama genk ini. Tapi kita hidup di zaman “aku viralin kamu terekspos”. Saya jamin murid yang gak masuk genk lebih banyak daripada anggota genk ini. Gak usah takut dan gak usahlah bikin-bikin video, kalau ada murid dibully di warung belakang sekolah saja kalian semua gak sadar. Malah seakan-akan tutup telinga.

Untuk sekarang, doa saya cuma buat korban dan keluarga.

Memang gak ada orang tua yang mau anaknya jadi pelaku bully. Tapi harusnya sebagai orang tua sudah wajib pastikan itu sejak mereka kecil.

Itu namanya kewajiban orang tua.

Balik ke Genk Tai.

Ya emang tai sih kalau lihat kelakuannya. Ini pentingnya orang tua mengajarkan etika dan akhlak.

Gen Z sulit diajak berpikir dan belajar tentang sesuatu yang menurut mereka abstrak ketika dunia saat ini terus-terusan menjejali pikiran mereka bahwa kesuksesan dibentuk uang dan materi.

Uang dan materi menurut mereka lebih real karena hasilnya bisa berkuasa atas orang lain, sementara etika dan akhlak. Tapi tidak jelas bukan berarti kemudian pelajaran etika ini tidak penting. Tapi butuh sedikit inovasi di bidang Parenting dan ini tugas semua pihak bukan cuma orang tua. Terutama media sekaligus influencer yang seringkali mengglorifikasi bahwa materi sebagai puncak pencapaian sukses tertinggi.

Jadi gini rata-rata kasus bullying yang terjadi di sekolah itu sebenarnya karena seorang anak tidak punya self konsep yang jelas tentang siapa dirinya, apa peran dirinya, sampai tujuan hidupnya. Anak lebih sering dicekoin kamu tuh harus pintar, kamu harus bisa bersaing, kamu harus jadi juara. Supaya hidupmu tidak susah dan kalau ada juara otomatis harus ada yang dikalahkan. Masalahnya kalau self konsepnya tidak jelas seorang anak ini akan berusaha untuk merasa menjadi juara dengan menghalalkan segala cara.

Maka dalam rasa kebingungan seperti ini seorang anak akan cenderung mencari dan memperoleh sebagian konsep dirinya dengan bergabung dalam kelompok sosial yang di dalamnya nanti mereka akan merasa dapat harga diri, identitas, tujuan dan rasa kepemilikan. Semua ini kemudian akan membentuk yang namanya self categorization. Individu akan mengelompokkan dirinya dengan orang lain yang serupa dan membandingkannya dengan kelompok yang berbeda. Semakin besar pengaruh kelompoknya ya semakin dia merasa percaya diri.

Tapi sayangnya percaya diri ini tidak asli karena bukan muncul dari dalam dirinya. Kadang-kadang dalam kasus pembullyan itu ada satu atau dua orang yang sebenarnya mereka tidak ingin ikut membully dan masih punya empati tapi mereka tidak berani melakukan pembelaan. Kayak video kasus Genk Tai ini nih, mereka cuma lihat saja, khan?

Kenapa bisa seperti itu? Karena rasa percaya diri yang dia punya itu buatan, ditambah tekanan teman sebaya dan norma yang sudah disepakati bersama dalam kelompok tersebut.

Yang saya heran dari dulu problem kayak gini itu penyelesaiannya klise. Dikeluarin dari sekolah terus dipenjarakan. Memang kalian pikir dengan begitu seorang anak punya self konsep yang jelas? Saya lebih menyarankan untuk semua pihak saat ini ngajak anak-anak berpikir bagaimana caranya membentuk dan menemukan self konsep yang clear. Karena seperti yang saya bilang di awal etika akhlak itu adalah sesuatu yang random, yang abstrak, yang bagi anak zaman sekarang tidak jelas. Kasih mereka penjelasan logikanya seperti apa. Jangan dikit-dikit ngomongin dosa ke anak Gen Z. Sudah tidak mempan. Dan satu lagi jangan dikit-dikit mengglorifikasi materi sebagai puncak kesuksesan supaya kalian semua tidak jadi generasi tai.

Bagaimana menurut sobat Bang Arief?

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *