Kaidah Fiqih “Alyaqinu Lazul Biyaqini” dalam Syariat Islam

Dalam syariat Islam yang mulia, terdapat sebuah kaidah fikih yang sangat penting, yaitu “Alyaqinu Lazul Biyaqini,” yang berarti sesuatu yang meyakinkan tidak dapat hilang hanya dengan keraguan. Kaidah ini memiliki dasar yang kuat dalam hadis dan ayat Al-Qur’an, dan menjadi pedoman dalam berbagai permasalahan fikih.

Dasar Kaidah

Kaidah ini berasal dari hadis yang diriwayatkan oleh Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Dalam hadis tersebut, beliau menyampaikan pesan dari Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam: “Tinggalkanlah yang meragukanmu, lalu ambillah yang tidak meragukanmu” (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i). Selain itu, kaidah ini juga didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an, seperti Surah Yunus ayat 36 dan Surah Al-Hujurat ayat 12.

Kaidah ini sangat agung dalam syariat Islam dan menjadi landasan bagi banyak permasalahan fikih, mulai dari ibadah, muamalah, hingga hukum bagi pelaku kriminal yang dikenal dengan sebutan hudud. Penerapan kaidah ini menunjukkan kesempurnaan agama Islam, yang memberikan jalan keluar bagi umatnya dari keraguan yang dapat mengganggu ibadah, terutama dalam masalah taharah dan salat.

Penerapan Kaidah dalam Kehidupan Sehari-hari

Salah satu contoh penerapan kaidah ini dapat dilihat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Zaid radhiallahu Anhu. Ia mengadukan kepada Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam tentang seseorang yang merasakan sesuatu dalam shalatnya. Nabi bersabda, “Janganlah berpaling hingga ia mendengar suara atau mendapati bau” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari sini, kita belajar bahwa keraguan tidak perlu dihiraukan selama tidak ada bukti yang jelas.

Berikut adalah beberapa contoh penerapan kaidah “Alyaqinu Lazul Biyaqini” dalam berbagai situasi:

  1. Najis pada Pakaian: Jika seseorang yakin bahwa pakaiannya terkena najis tetapi tidak tahu di bagian mana, maka ia harus mencuci seluruh pakaian tersebut.

  2. Wudhu: Jika seseorang yakin telah berwudu tetapi ragu apakah wudunya batal atau tidak, maka ia tidak perlu berwudu lagi. Sebaliknya, jika ia yakin wudunya batal tetapi ragu apakah sudah berwudu lagi, maka ia wajib berwudu.

  3. Shalat: Jika seseorang ragu apakah telah shalat tiga atau empat rakaat, ia harus mengikuti yang paling sedikit, yaitu tiga rakaat.

  4. Status Pernikahan: Jika seseorang ragu apakah telah menalak istrinya atau belum, maka pernikahannya tetap dianggap sah.

  5. Status Istri: Seorang istri yang ditinggal suaminya bepergian dalam jangka waktu lama tetap dihukumi sebagai istri dan tidak boleh menikah lagi, karena statusnya masih sah.

Kaidah “Alyaqinu Lazul Biyaqini” adalah pedoman penting dalam syariat Islam yang membantu umat untuk mengatasi keraguan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan memahami dan menerapkan kaidah ini, kita dapat menjalani kehidupan beragama dengan lebih tenang dan yakin. Semoga pembahasan ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi dalam meningkatkan pemahaman kita tentang fikih Islam. Jangan lupa untuk terus belajar dan berbagi pengetahuan, serta kunjungi bangarief.my.id untuk update informasi setiap hari.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *