Islam Kejawen: Harmoni antara Agama dan Budaya Jawa
Islam Kejawen bukanlah suatu aliran keagamaan di dalam Islam, tetapi lebih sebagai hasil adaptasi Islam yang ada dalam konteks budaya masyarakat Jawa. Islam Kejawen merupakan sebuah fenomena unik yang memadukan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa dengan ajaran agama Islam. Islam Kejawen bagaikan benang sutra yang menjalin erat identitas budaya dan keyakinan dalam masyarakat Jawa.
Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai fenomena kepercayaan ini, salah satunya adalah apakah praktik Islam Kejawen ini dianggap sebagai perbuatan musyrik dan apakah setiap orang yang menjalankan agama ini tidak perlu melaksanakan ibadah salat.
Kepercayaan dan Adat Istiadat
Islam Kejawen mengintegrasikan kepercayaan dan adat istiadat yang berkembang di masyarakat Jawa. Dari segi filsafat, Islam Kejawen menghadirkan ajaran-ajaran yang berakar dari berbagai aliran keagamaan di masyarakat Jawa. Rentang periode kepercayaan Kejawen mengalami akulturasi dengan berbagai agama lain. Salah satu aliran yang paling populer adalah Islam Kejawen, yang merupakan kebudayaan asli yang telah dimiliki masyarakat Jawa sejak dahulu kala.
Perkembangan Aliran
Seiring penyebarannya di masyarakat Jawa, Islam Kejawen berkembang menjadi ratusan aliran dan cabang. Beberapa aliran yang masih bertahan hingga saat ini adalah Saptadarma, Abangan, Sumarah, Maneges, Pangestu, Kauruh Begia, dan Padepokan Cakra Kembang. Menurut kepercayaan Islam Kejawen, Tuhan dianggap sebagai sumber dari segala sesuatu, dan manusia memiliki sifat yang berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa unsur jasmani dan rohani manusia paham kesatuan antara manusia dan Tuhan.
Manusia berasal dari Tuhan, maka mereka harus berusaha untuk dapat kembali kepada-Nya. Paham ini dikenal dengan istilah “Manunggaling Kawula Gusti,” yaitu kesatuan antara manusia dan Tuhan. Kesatuan antara manusia dan Tuhan di dunia dapat dicapai melalui penghayatan yang mendalam.
Makrifat dan Tasawuf
Islam Kejawen juga mengajarkan paham tanzi, yang menekankan bahwa Tuhan tidak dapat disamakan dengan makhluk-Nya. Dalam hal ini, makrifat bukan dilakukan dengan perantaraan dan bukan berdasarkan dalil kitab suci. Penamaan ilmu makrifat sebenarnya berasal dari ajaran tasawuf, yang mengajarkan empat tingkat pemahaman: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.
Ajaran tersebut selanjutnya menjadi Sembah Catur, yang terdiri dari sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa. Masuk dan tersebarnya Islam Kejawen di masyarakat Jawa tak lepas dari kepercayaan para leluhur. Sebelum masuknya pengaruh Hindu ke Nusantara, khususnya di tanah Jawa, kepercayaan animisme dan dinamisme berkembang pesat. Masyarakat Jawa dari berbagai kasta dan kalangan meyakini adanya roh nenek moyang serta kekuatan magis yang terdapat pada benda, tumbuhan, binatang, dan apapun yang dianggap memiliki daya sakti.
Pengaruh Hindu dan Perkembangan
Seiring perkembangan waktu, agama dan kebudayaan Hindu masuk dan menyebar dari kaum bangsawan ke golongan awam. Kaum cerdik cendekia yang menulis aksara dan bahasa Jawa juga berperan dalam penyebaran ini. Namun, keberadaan Islam Kejawen di tengah komunitas agama yang diakui secara resmi sering kali mendapat kecaman sosial yang keras karena dianggap menyimpang dari ajaran agama-agama yang diakui.
Pengaruh sistem kepercayaan lokal Jawa, antara lain, dapat menghambat atau menahan segala pembangunan yang ada. Oleh karena itu, penganut agama Jawa sering kali adalah mereka yang masih mempercayai hal-hal seperti animisme atau dinamisme.
Integrasi Nilai-Nilai Islam
Islam Kejawen cenderung menggabungkan nilai-nilai Islam dengan filosofi dan praktik budaya Jawa. Ajaran Islam, yang merupakan salah satu dari rukun Islam, bersifat universal dan tergantung pada lokasi geografis. Pengikut Islam Kejawen mungkin tidak menjalankan salat secara formal seperti yang diwajibkan oleh syariat Islam, tetapi mereka melakukan praktik meditasi atau ritual khusus yang dianggap memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Meskipun ada perbedaan dalam praktik, pengikut Islam Kejawen sering berpendapat bahwa praktik mereka tetap sah karena mereka fokus pada esensi ketatan kepada Allah. Dalam ajaran Kejawen, tidak ada larangan untuk melaksanakan salat; bahkan, mereka menganjurkannya dan mewajibkan untuk